SELAMAT DATANG DI BLOG PERHIMPUNAN JURNALIS AJATAPPARENG (PIJAR). DAPATKAN BERITA AKTUAL SEPUTAR AJATAPPARENG DI BLOG INI. KARYA ANDA JUGA DAPAT DIMUAT, SILAHKAN KIRIM KE E-MAIL pijarcomunity@gmail.com TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN DAN PARTISIPASI ANDA

Selasa, 19 Februari 2008

Kejari Pinrang Bidik Enam Camat, Terkait Kasus Prona

Laporan: Syahlan

PINRANG---Setelah menetapkan Kepala BPN Pinrang M Jufri Chalik sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan Program Nasional (Prona) Proyek Administrasi Pertanahan (PAP) Pinrang tahun 2006– 2007, kini Kejaksaan Negeri (Kejari) Pinrang membidik enam orang camat di Pinrang yang menjalankan proyek tersebut. Mereka adalah Camat Mattiro Sompe,Cempa,Watang Sawitto, Paleteang, Mattiro Bulu dan Tiroang.


Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pinrang, saat ini pihaknya tengah mempelajari kemungkinan keterlibatan sejumlah camat itu dalam kasus penyalahgunaan Prona di Pinrang. "Jadi kemungkinan besar dalam waktu dekat kita akan memanggil kembali sejumlah camat itu untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif, untuk mengetahui kemungkinan keterlibatan mereka dalam kasus itu," jelas Abdul Malik Kalang.

Kemungkinan tersebut menurut Kasi Pidsus Kejari Pinrang karena sebelumnya ke-enam camat tersebut hanya diperiksa sebagai saksi atas penyalahgunaan Prona oleh Kepala BPN Pinrang, M Jufri Chalik. "Kita sedang menyelidiki segala bukti, berupa surat, dokumen lainnya, serta saksi-saksi. Hal itu untuk mengetahui, sejauh mana keterlibatan sejumlah camat di Pinrang. Jika kita mampu buktikan itu,maka tidak menutup kemungkinan dalam waktu dekat, sejumlah camat juga akan ikut dijadikan tersangka,"jelasnya.

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Kasi Intel Kejari Pinrang, bahwa saat ini sedang dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah berkas dokumen yang berkaitan dengan penyalahgunaan Prona Pinrang. Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kemungkinan keterlibatan para camat itu.

"Kita ingin semua yang terlibat dalam kasus ini diproses secepatnya, agar hal ini menjadi pelajaran bagi aparat lainnya untuk tidak melakukan tindakan yang sama. Karena sepertinya tahun ini Pinrang kembali mendapatkan proyek Prona untuk ribuan hektar bidang tanah," jelas Taufik Djalal.

Berkaitan dengan pemeriksaan sejumlah pihak dalam kasus penyalahgunaan Prona di Pinrang, Kepala Kejari Pinrang meminta kepada semua pihak, utamanya yang diperiksa sebagai saksi agar bekerja sama dengan pihaknya. "Begitupun kepada masyarakat agar melapor jika mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan penyalahgunaan Pronan ini," terang Masnaeny Jabir.

Penyalahgunaan Prona PAP Pinrang 2006–2007 yang dilakukan Kepala BPN Pinrang M Jufri Chalik, bermula dari laporan masyarakat dan sejumlah LSM yang mengaku resah dengan pungutan sebesar Rp400.000 bagi setiap pemohon yang ingin mendapatkan sertifikat hak milik tanah. Sementara Prona PAP 2006–2007 yang dianggarkan di Pinrang mencapai 1.000 bidang tanah, tambak 250 bidang tanah,serta penguasaan pemilikan dan pemanfaatan tanah (P4T) 1.000 bidang.

Dari laporan tersebut, Kejari Pinrang memperkirakan ada pungutan minimal sebanyak Rp400 juta yang dilakukan oleh aparat, dalam hal ini BPN dan camat. Padahal program tersebut, seharusnya digratiskan karena telah dianggarkan dalam APBN.

Selengkapnya »»

300 Warga Betao Riase Mengungsi Ke Hutan, Karena Takut Intimidasi Polisi


Laporan: Syahlan

SIDRAP---Sekitar 300 warga Desa Betao Riase Kec Pitu Riawa Sidrap diketahui mengungsi dan bersembunyi di kawasan hutan lindung di daerah itu, karena takut diperiksa dan adanya intimidasi dari anggota Mapolres Sidrap. Pemeriksaan dan intimidasi yang dialami oleh warga tersebut, berkaitan dengan maraknya pembalakan liar di kawasan seluas 39.523,60 hektar atau sekitar 57,43 persen dari total luas hutan di Sidrap.


Hal tersebut terungkit saat sejumlah warga dan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di halaman Kantor DPRD Sidrap yang dilanjutkan ke Mapolres Sidrap (19/02). Menurut salah seorang warga yang rumahnya digeledah pada 12 Februari lalu karena diduga terlibat dalam kasus pembalakan liar di daerah itu, H Beddu, mengatakan bahwa sejumlah polisi menggerebek rumahnya pada pukul 04.00 pagi. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak etis, apalagi petugas tersebut memasuki ruangan pribadinya.

“Hal yang sama juga dialami oleh ratusan warga, sehingga mereka ketakutan. Besoknya, mereka kemudian memutuskan untuk mengungsi ke dalam hutan. Karena selain laki-laki dewasa, polisi juga menginterogasi perempuan, anak balita dan orang tua yang tidak tahu apa-apa tentang persoalan itu,” jelas laki-laki yang berprofesi sebagai petani itu.

Sementara Ketua Pengurus Harian Kerukunan Masyarakat Betao (KM Betao) mengatakan, selain melakukan interogasi pada waktu yang tidak wajar, anggota kepolisian juga tidak segan-segan mengeluarkan ancaman dengan nada suara yang tinggi kepada warga.
“Parahnya lagi, kadang mereka mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan kepada warga. Padahal warga Betao juga resah dengan pembalakan liar di desanya. Dan jika kepolisian mau berlaku sopan, maka para warga pasti dengan senang hati akan membantu memberikan keterangan, bukannya lari ke hutan menghindari aparat,” jelas Ketua KM Betao, Antar.
Sementara Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (IPMI) Sidrap, meminta kepada Pemkab dan Kapolres Sidrap segera menyelesaikan kasus tersebut. Karena menurutnya, ada indikasi kuat keterlibatan staf Pemkab dan Mapolres Sidrap dalam kasus pembalakan liar di Desa Betao Riase. “Jika kasus ini dibiarkan, maka bisa dibayangkan beberapa tahun ke depan, Sidrap pasti akan tenggelam karena banjir banding dari kawasan pegunungan yang ada di Desa Betao,” jelas Syamsul Bahri.

Lebih lanjut dia meminta agar aparat yang terlibat dalam kasus tersebut diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Karena pembalakan liar bukan lagi persoalan daerah, tapi persoalan nasional hingga internasional. “Terutama aparat kepolisian yang melakukan intimidasi kepada warga pada 12 Februari lalu, harus diberi tindakan tegas,” Ketua IPMI Sidrap itu.

Menanggapi permintaan tersebut, Kapolres Sidrap mengatakan bahwa, ratusan warga yang mengungsi ke kawasan hutan karena sebenarnya mereka adalah pelaku pembalakan liar. “Kalau merasa tidak bersalah, tentu saja warga itu tidak akan mengungsi ke hutan dan tetap bertahan di desa,” jelas AKBP Samuel Balelang.

Lebih lanjut dijelaskannya bahwa akibat pembalakan liar di kawasan hutan lindung Betao Riase, saat ini kerusakan hutan di kawasan itu telah mencapai 25 persen. Sementara pada saat Mapolres Sidrap melakukan razia di tempat itu, ditemukan 50 meter kubik kayu di sepanjang daerah aliran Sungai Bila. Akibat kerusakan tersebut, Kapolres Sidrap itu memastikan banjir kembali akan menerjang Sidrap.

“Yang jelas aparat kami tidak melakukan intimidasi kepada warga, dan jika ada yang terbukti melakukan itu maka akan diberikan tindakan yang tegas. Tapi kami juga meminta kepada warga untuk kooperatif kepada kami dalam proses pemeriksaan sehingga kita dapat menemukan pelaku pembalakan liar itu,” tandas Kapolres Sidrap itu.
Selain mempunyai kawasan hutan lindung seluas 39.523,60 hektar atau sekitar 57,43 persen dari luas hutan di Sidrap, kabupaten ini juga mempunyai hutan produksi terbatas seluas 28.778,20 hektar atau 41,83 persen, dan hutan suaka alam seluar 500 hektar atau 0,72 persen dari luas keseluruhan hutan di Sidrap.

Selengkapnya »»

Abrasi Di Desa Ujung Lero Hancurkan 5 Rumah

Laporan: Abdillah

PINRANG---Sebanyak 5 rumah di desa ujung lero, Kecamatan Suppa, kabupaten Pinrang,Sulawesi selatan, hancur akibat diterpa badai dan gelombang. Rumah yang hancur tersebut berada persis di bibir pantai. Basri, warga desa lero, mengatakan, gelombang dan badai datang bersamaan sekitar pukul 22.00 WIB kemarin malam dan menghancurkan beberapa rumah dan dermaga yang berada tepat di tepi pantai.


Pemantauan pijar, Senin (19/2) siang, lima rumah yang terbuat dari beton dan kayu hancur. Semua peralatan rumah hanyut terbawa ombak. Sementara itu, beberapa rumah yang tidak hancur pun kondisinya rusak dan masih tergenang air.

Namun tidak ada korban jiwa karena warga langsung melarikan diri ke tempat yang lebih aman. "Gelombang tinggi seperti ini sudah berlangsung sejak tanggal 2 Februari lalu, namun baru kemarin gelombang dahsyat dan tinggi tersebut menghancurkan rumah," kata Basri.

Basri menuturkan, selama puluhan tahun tinggal di lokasi tersebut, dia belum pernah mengalami gelombang tinggi dan angin kencang seperti semalam. Meski selama dua setengah bulan cuaca terus seperti begini namun kejadian kemarin baru dialami untuk pertama kalinya.

"Saya sebenarnya khawatir, karena sudah satu minggu lamanya saya tidak dapat tidur dengan tenang karena takut akan ada gelombang lagi. Namun saya tidak bisa mengungsi untuk sementara karena tidak tahu harus pindah ke mana, sementara ini saya hanya menunggu cuaca reda," ujarnya.

Hingga kini warga yang bermukim di pesisir pantai khawatir rumahnya ikut rusak karena abrasi. pasalnya tanggul yang di bangun warga setempat sudah mengalami kehancuran total akibat terkena hempasan ombak yang cukup kuat jika musim pasang tiba.

Menurut pengakuan sejumlah warga yang rumah hancur akibat abrasi ini, mengakui kalau hingga kini pemerintah setempat belum pernah memberikan bantuan apa pun. warga desa Lero juga sangat mengharapakan perhatian dari pemerintah setempat kiranya dapat segera membangun tanggul permanen atau pemecah ombak. agar mereka dapat terhindar dari ancaman abrasi dan banjir pasang yang bisa saja kembali melanda desa mereka.

Selengkapnya »»