SELAMAT DATANG DI BLOG PERHIMPUNAN JURNALIS AJATAPPARENG (PIJAR). DAPATKAN BERITA AKTUAL SEPUTAR AJATAPPARENG DI BLOG INI. KARYA ANDA JUGA DAPAT DIMUAT, SILAHKAN KIRIM KE E-MAIL pijarcomunity@gmail.com TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN DAN PARTISIPASI ANDA

Senin, 31 Maret 2008

Akibat Tidak Ada RPH Pengawasan Kesehatan Hewan Tidak Maksimal

laporan: Hamzah

SIDRAP---Tidak adanya Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kab Sidrap mengakibatkan pengawasan terhadap kesehatan hewan potong yang beredar kurang maksimal. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Seksi Pengembangan dan Pemberdayaan Peternakan Dinas Peternakan dan Perikanan Muslimin. Menurutnya akibat tidak adanya RPH petugas kesulitan memastikan daging hewan yang beredar di masyarakat layak konsumsi atau tidak.

Lebih lanjut ditambahkannya bahwa saat ini sejumlah RPH memang bisa ditemui di Sidrap, namun tempat itu dikelola oleh masyarakat. Disebutkan Muslimin terdapat lima RPH di Sidrap, masing-masing di Kecamatan Watangpulu satu RPH, Kec Panca Rijang dua RPH, Kec Tellu Limpoe dua RPH dan satu RPH di Kec Pitu Riase. “Semua RPH ini aktiv, hanya saja kuantitas pemotongannya relatif sedikit. Hanya sekitar 36 ekor sapi perbulannya,” jelasnya.



Konsumen yang sering melakukan transaksi di RPH tersebut lanjutnya, kebanyakan dari para pemilik warung makan, dan sebagian lagi warga yang mempunyai hajatan. Disinggung soal intensitas pengawasan kesehatan hewan di RPH tersebut, Muslimin mengaku pihak memiliki keterbatasan untuk melakuklan pengawasan langsung. Sebab selain karena keterbatasan hak untuk lebih jauh mencampuri urusan internal RPH, pihaknya juga mengaku hanya bisa melakukan pengawasan saat pemilik RPH menghubungi pihak terkait.

”Masalahnya kan beda, sebab jarang ada pemberitahuan ketika ada pemotongan hewan. Apalagi ketika ada hajatan biasanya pemilik hanya memotong sendiri hewannya di dekat rumah, tanpa pemeriksaan. Tidak mungkin juga kita mau menawarkan diri untuk itu,” jelasnya.

Kesulitan seperti itu menurut Muslimin sebenarnya tidak perlu ada jika di Sidrap ada RPH. Sebab dengan adanya tempat itu, keterlibatan Dinas Peternakan lebih besar dalam mengatur kelancaran RPH. “RPH itu kan melibatkan Dinas Peternakan secara langsung, makanya peran kita disitu lebih dominant. Sehingga untuk mengeluarkan kebijakan kita lebih leluasa. Sebenarnya pernah ada RPH di Rappang, namun karena saat itu lokasinya dinilai kurang tepat sehingga dibekukan,” jelasnya.

Padahal menutnya dengan keberadaan RPH pengawasan kesehatan daging akan semakin besar dan kemungkinan beredarnya daging bermasalah juga akan bisa dicegah. Sehingga untuk upaya itu, Dinas Peternakan mengajukan alokasi anggaran untuk pengadaan RPH, hal itu untuk maksimalisasi pengawasan peredaran dan kesehatan hewan potong di Sidrap.

Hal sama juga disampaikan Kepala Seksi Kesehatan Hewan (Keswan) dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Ade Kusmiawati. Menurutnya sesekali pihaknya melakukan inspeksi mendadak terhadap peredaran daging di Sidrap. Namun diakuinya bahwa peredaran daging di daerah itu masih sangat sempit.

Meski demikian secara intens pihaknya mengaku sangat sulit untuk melakukan pengawasan langsung, baik di RPH maupun di lokasi pemasaran daging. “Terus terang saja kita memiliki keterbatasan dana, sehingga untuk melakukan pengawasan langsung dipasaran. Belum lagi RPH sebagai wadah yang diperuntukkan untuk itu memang tidak ada,” jelasnya.