SELAMAT DATANG DI BLOG PERHIMPUNAN JURNALIS AJATAPPARENG (PIJAR). DAPATKAN BERITA AKTUAL SEPUTAR AJATAPPARENG DI BLOG INI. KARYA ANDA JUGA DAPAT DIMUAT, SILAHKAN KIRIM KE E-MAIL pijarcomunity@gmail.com TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN DAN PARTISIPASI ANDA

Selasa, 29 Januari 2008

Makelar Tenaga Kerja

Oleh : Abdillah.Ms
Cerpen Kritikan

Raut muka seorang ibu tiba-tiba saja pucat-pasih. Air mata turun menetes di kedua pipinya yang sudah mulai keriput karena termakan usia. Entah apa yang ada dalam pikiran ibu tentang anak perempuannya yang bernama Ari, yang saat ini keberadaannya entah dimana.



Semua pihak keluarga telah mencarinya, tapi belum juga ada kabarnya.
Ibu bersama dengan bapak dan anggota keluarga yang lain, duduk di sofa yang ada di ruang tamu dengan perasaan cemas. Bapak yang berada di samping ibu, terus mengelus-elus punggung ibu sambil mengeluarkan kata-kata untuk menenangkan perasaan ibu. Tapi, usaha itu nampaknya sia-sia belaka.

Tidak lama, ibu beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke dalam kamar depan yang biasa ditempati tidur oleh kakak pertama bersama dengan istrinya. Di dalam kamar, tangisan ibu semakin menjadi-jadi. Bahkan, ibu sesekali berteriak memanggil-manggil nama anaknya.

“Dimana kamu sekarang nak. Apakah kamu baik-baik saja sekarang….?,” begitu teriak ibu yang dibarengi dengan tangisan.

Entah musibah apa yang sedang menimpa keluargaku. Tanpa kabar yang jelas, Mba Ari menghilang. Padahal, sebelumnya dia berangkat ke kota dengan senyum dan tawa karena harapan yang tinggi untuk memperoleh keberhasilan di kota . Namun, kegembiraan itu lenyap begitu saja.
]
Kini, yang ada hanya kecemasan. Kecemasan akan keselamatannya, dan beribu-ribu rasa cemas yang bercampur menjadi satu. Begitu banyak pikiran berkecamuk menyelimuti keluargaku. “Mungkinkah dia sekarang sehat-sehat saja…?. Semoga saja memang demikian keadaannya.” Seperti itulah yang pertanyaan yang serentak muncul dalam pikiran semua keluargaku, termasuk aku yang sebelumnya tidak tahu jika kakak keduaku pergi meninggalkan rumah untuk bekerja di kota .

Sore itu, aku memang baru sampai di rumah. Belum hilang rasa lelah dalam tubuhku setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam dari pondok pesantren, aku dikejutkan oleh jerit tangis ibu. Aku sempat penasaran. Tapi aku berusaha untuk tidak berpikir macam-macam. Aku menduga, bahwa ada salah seorang anggota keluarga yang meninggal dunia atau yang lainnya.

Dengan tergesa-gesa, aku kemudian ikut duduk bersama anggota keluarga lainnya di sofa depan. Dengan serius, semua anggota keluargaku mendengarkan cerita yang disampaikan oleh adik laki-laki ibu bernama Trisno yang baru pulang dari rumah orang yang mengajak kakakku pergi ke kota dengan iming-iming pekerjaan pada sebuah perusahaan roti.

Namun, jawaban yang diperoleh Om Tris, begitu biasa aku memanggilnya, ternyata tidak sesuai dengan harapan. Om Tris justru tidak memperoleh jawaban dimana keberadaan Mba Ari. Apa yang diceritakan oleh orang tua dari orang yang mengajak Mba Ari pergi ke kota terkesan ngelantur. Bukan keberadaan Mba Ari yang diceritakan, tapi jutsru kisahnya saat menghadapi tentara Jepang dulu saat mempertahankan Indonesia .

Hal ini akhirnya membuat Om Tris gerah. Dengan nada tinggi, Om Tris mengancam akan melaporkan hal ini ke pihak kepolisian. Usaha ini ternyata berhasil. Tidak lama, orang tua yang ditemui Om Tris mau menghubungi anaknya untuk mempertanyakan keberadaan dan keadaan Mba Ari. Namun, orang tua tersebut meminta waktu selama tiga hari.

“Saya ancam dia, bahwa saya akan melaporkan kejadian ini ke polisi. Terus terang, saya juga jengkel dengan ulah orang tua ini. Bukannya memberi jawaban, malahan cerita ngalor-ngidul yang ngga jelas…!,” kata Om Tris di depan keluargaku. “Tapi saya bersyukur, itu membuat dia mau mencari tahu tentang keberadaan Ari,” lanjutnya.

***

Sudah tiga hari berlalu, tapi kabar tentang Mba Ari belum juga terdengar sampai di telinga keluargaku. Pihak keluarga pun semakin cemas memikirkan keberadaan Mba Ari. Perasaan takut bahwa dia terjerembab dalam dunia hitam karena tayangan berita di televisi yang menayangkan tentang penjualan perempuan untuk dijadikan sebagai Pekerja Seks Komersil (SPK) pun semakin kuat. (pijar)